Suara.com - Heboh film Bumi Manusia yang disutradarai Hanung Bramantyo. Film yang sempat jadi trending twitter, namun sampai dengan pagi hari ini, warganet masih ramai membicarakan soal pro - kontra akan film yang disutradarai Hanung Bramantyo ini.
Sekadar informasi, Film yang diperankan oleh Iqbaal Ramadhan ini diadaptasi dari novel sastra karya Pramoedya Ananta Toer.
Bumi Manusia adalah novel klasik karya Pramoedya Ananta Toer, ini adalah buku pertama dari Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer yang pertama kali diterbitkan oleh Hasta Mitra pada tahun 1980.
Pengarang populer tanah air ini menulis novel ini ketika masih mendekam di Pulau Buru. Setelah diterbitkan, Bumi Manusia kemudian dilarang beredar setahun kemudian atas perintah Jaksa Agung. Sebelum dilarang, buku ini sukses dengan 10 kali cetak ulang dalam setahun pada 1980-1981
Sampai tahun 2005, buku ini telah diterbitkan dalam 33 bahasa.
Buku ini bercerita tentang Minke, anak pribumi yang sekolah di HBS, sekolah untuk orang-orang keturunan Eropa. Minke adalah seorang pribumi yang pandai, ia sangat pandai menulis.
Diangkatnya novel klasik karya Pram ke layar lebar ini menimbulkan pro kontra di media sosial. Sebagian besar yang memang pembaca dan penggemar karya-karya klasik dari pengarang terkenal Indonesia ini tak terima alias nggak rela ketika karya sastra yang dianggap sebagai sakral oleh mereka harus difilmkan.
Salah satu pembaca buku Bumi Manusia, Venerdi Handoyo mengaku terlalu kuatir dengan novel Bumi Manusia yang diangkat ke layar lebar. Menurutnya hal ini bisa mengganggu kesan pribadinya terhadap isi novel tersebut.
Meski demikian lelaki yang populer sebagai penulis skenario film Rectoverso yang diambil dari kumpulan cerita pengarang Dewi Lestari ini mengaku senang bahwa novel ini diangkat ke layar lebar.
"Saya senang Bumi Manusia diangkat ke layar lebar. Saya sendiri juga senang menulis skenario adaptasi dari novel," kata lelaki yang disapa Ve Handoyo ini.
Ve Handoyo mengaku paham bahwa ada pembaca yang kuatir sepertinya ketika novel ini diangkat ke layar lebar.
"Saya paham ada pembaca buku yang kuatir ketika novel kesayangan mereka diangkat ke layar lebar. Pembaca buku dan penonton film adalah dua golongan yang tidak selalu sama. Saya sendiri terlalu menyukai buku Bumi Manusia dan terlalu kuatir film Bumi Manusia - siapapun yang buat, siapapun yang berperan - bisa menganggu kesan saya pribadi terhadap isi novel tersebut, karena film sebagai media audio visual punya kekuatan yang besar sekaki untuk memengaruhi opini kita," ungkapnya.
Lelaki yang juga menekuni usaha sekolah kopi di ABDC School of Coffee ini memandang memang semestinya industri film kita mengangkat karya-karya sastra. Ia juga berharap adanya film-film sejenis seperti Bumi Manusia ini bisa membuat penontonnya jadi suka membaca.
No comments:
Post a Comment