Rechercher dans ce blog

Saturday, October 26, 2019

Interview: Marissa Anita, Antara Aktris dan Jurnalis

Suara.com - Marissa Anita. Publik Indonesia pertama kali mengenalnya sebagai pembaca acara berita atau news anchor di Metro TV.

Bawaannya yang santai ketika menyampaikan informasi jadi ciri khas Marissa sehingga sosoknya mudah melekat di kepala pemirsa. Paras cantiknya juga bikin para lelaki betah berlama-lama di depan televisi.

Tapi banyak yang belum tahu, perempuan kelahiran Surabaya 36 tahun silam itu, rupanya memulai karier sebagai aktor teater. Sederet film juga pernah dibintangi, meski tak cukup membuat namanya melambung.

Peran sebagai Ibu Sancaka dalam film Gundala garapan sutradara handal Joko Anwar bikin publik baru ngeh jika Marissa Anita mahir berakting. Paling baru, dia juga membintangi film Perempuan Tanah Jahanam yang sampai berita ini ditulis masih beredar di bioskop.

SUARA.com belum lama ini sempat mewawancarai Marissa Anita secara eksklusif. Kami membahas ihwal perjalanan kariernya di dunia jurnalistik dan panggung hiburan.

Seperti apa wawancara? Simak berikut ini:

Bagaimana awal perjalanan karier Anda?

Awal karier saya, saya dulu itu dari aktor teater. Saya mulai bermain teater tahun 2005 bersama dengan komunitas teater Jakarta Players. Memang, pasarnya spesifik karena komunitas teater ini selalu membawakan lakon-lakon dalam bahasa Inggris. Berhubung saya lulusan S1 bahasa Inggris, jadi memang satu jalan. Nah setelah itu di tahun 2006, saya memutuskan mengambil kuliah lagi di Sydney University, Australia untuk mengambil jurusan jurnalistik.

Marissa Anita saat berkunjung ke Redaksi Suara.com [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Marissa Anita saat berkunjung ke Redaksi Suara.com [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Kenapa mengambil jurusan jurnalistik?

Karena saya menganggap momen bahagia saya adalah ketika saya dulu membaca majalah. Terus saya suka baca majalah remaja, saya pikir menarik ya bekerja di media. Saya ingin kerja untuk majalah, makanya saya sekolah lagi.

Ketika balik ke Indonesia tadinya pengen kerja buat majalah, eh ternyata ada pembukaan di Metro TV. Saya ikut programnya dia, batch kedua. Dan itu pengalaman tak terlupakan, selamanya Metro TV akan menjadi sekolah saya. Karena di situ, saya lulus, saya betul-betul menjadi jurnalis. Bergabung Metro TV selama lima tahun, baik itu di lapangan maupun itu di studio, akhirnya dipercaya membawakan morning shownya dia, sama Tommy Tjokro sama Prabu Revolusi.

Terus ya sudah setelah lima tahun di Metro, eh pengalaman saya dengan Metro luar biasa dari yang dimarah-marahin. Meskipun sudah sekolah jurnalistik nggak menjamin. Karena ketika di lapangan beda banget.

Apa pengalaman yang paling Anda ingat saat liputan?

Saya ingat waktu pertama kali laporan breaking news, bendungan Situ Gintung jebol itu tahun 2009. Dikirim kan, terus saya masih a u a u, terus sampai dibilang gini 'itu Marissa laporan nggak update-update, itu terus aja dilaporin, coba lagi'. Terus saya ya begitu, dimarahin sama bos untuk kebaikan saya, berarti dia koreksi harus meningkatkan skill saya, pandangan mata lah segala macem.

Sampai akhirnya dipercaya liputan ke festival terbesar di dunia. Seneng banget, itu luar biasa. Terus tahun 2012 dikirim ke Berlin meliput Berlin Festival, waduh bisa wawancara Robert Pattinson yang zaman dulu lagi hits terus wawancara yang lain. Itu gila banget.

Marissa Anita saat berkunjung ke Redaksi Suara.com [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Marissa Anita saat berkunjung ke Redaksi Suara.com [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Terus 2013 NET buka, di bulan Mei saya bergabung, pada saat itu NET media baru. Kenapa saya tertarik? karena saya meskipun di dunia berita, ciri khasnya serius. Tapi saya ngerasa kepribadian saya nggak serius-serius amat, cara saya membawakan informasi itu tidak dingin dan serius lebih ke keseharian. Nah NET itu menawarkan kolam itu. Gabung deh, terus tahun 2016 saya daftar S2, program beasiswa kedutaan Inggris dan dapet. Akhirnya saya memutuskan untuk rehat sebentar dari dunia jurnalistik.

Sebetulnya nggak rehat-rehat juga ya, karena kan jurusan yang saya ambil digital media. Karena saya pikir sebagai orang media semua kan melihat ya transisi media dari analog ke digital. ‘Gila nih, gue harus tahu makhluk baru itu’. Kalau nggak ya nggak nyaman, karena saya merasa nggak nyaman secara tidak sadar dengan digitalisasi media. Exciting sekali tahu internet, tapi ada sisi gelapnya dan itu saya dapatkan ketika belajar dan perhatikan sosial media. 2017 saya menyelesaikan S2, kembali ke dunia media sebentar, kemudian diajak main film sama Joko, waktu itu Folklore: A Mother's Love di HBO.

Kenapa sih tertarik dengan dunia film?

Ya itu kembali lagi yang awal kan main teater. Jadi dalam profesi saya itu, saya selalu punya dua jalur kebahagiaan, satu di media, satu adalah di perfilman atau teater, dari dulu sampai sekarang. Dan menurut saya dua hal ini cukup bahagia, karena terkadang ada yang nanya ‘mbak nggak mau nyoba nyanyi?’ aku nggak lah ya, dua ini aja cukup. Saya pribadi ya, kita tuh jangan terlalu banyak coba ini itu, tapi hasilnya nggak dalem. Kalau buat saya, maksimal itu dua tapi di dalemin. Itu juga harus fokus.

Sukses sebagai aktris, bakal meninggalkan dunia jurnalistik?

Nggak sama sekali. Malah sekarang saya mengambil peran di belakang layar. Saya sekarang untuk media online great mind Indonesia. Di situ kita memang bukan media online yang pada umumnya, setiap hari ngeluarin 50 atau 100 konten. Kita dalam seminggu ngeluarin 7 konten aja, jadi dalam satu hari mengeluarkan satu konten. Namanya juga slow media. Tapi ya itu, fokus share infromasi beda. bukan yang breaking news.

Contohnya kita wawancara Asmara Abigail, terus anglenya yang kita tanya apa sih arti bisi bagi Asmara Abigail?. Jadi kita akan kulik itu, pemikiran dia seputar ambisi, atau pemikiran dia mengenai edukasi seks yang sekarang dia kampanyekan. Betul-betul kita mengorek apa yang ada di dalam pikiran dia dan hati dia. Atau Desi Anwar, saya juga punya konten sendiri di Youtube, ngomongin hal-hal fundamental tapi kadang terlewatkan oleh kita. Contohnya, pentingnya kesendirian. Kesendirian penting banget, zaman sekarang kalau kita dalam momen bosen kita langsung lihat handphone, cari hiburan. Pikiran Kita nggak diam selalu diisi, sebenarnya kita lari dari apa sih, sehingga harus selalu diisi.

Terus ada satu lagi, kayak saya wawancara sejauh ini Reza Rahadian, jadi Q and A aja tapi saya tulis dalam bentuk tulisan di online. Dan saya merasa, ternyata nyaman ya nggak selalu di depan layar, karena saya jadi bisa memupuk dan merawat sisi introvert saya.

Let's block ads! (Why?)

No comments:

Post a Comment

Search

Featured Post

E. Jean Carroll celebrates $83 million legal win over Donald Trump at downtown NYC bar with media types from MSNBC, Rolling Stone - Page Six

She had $83 million reasons to celebrate. E. Jean Carroll was spotted toasting her legal victory against Donald Trump — and her historic...

Postingan Populer